I. TINAUAN PUSTAKA
A. Sauerkraut
Sauerkraut adalah kubis yang dimasukkan dalam 2,25% garam lalu disimpan selama 14 hari. Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides yang kemudian dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam diantaranya Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cereviceae. Leuconostoc mesenteroides merupakan mikroorganisme tahan garam dan memiliki fase lag yang pendek, dengan suhu optimum pertumbuhan pada 15-18oC. Lingkungan asam akibat terbentuknya asam laktat (0,6-0,9%) oleh L. mesenteroides tidak hanya menghambat mikroorganisme non asam laktat tapi memberikan kondisi yang menguntungkan untuk bakteri asam laktat. Pada saat konsentrasi asam laktat mencapai 1% maka akan menghambat pertumbuhan L. mesenteroides dan setelah enam hari, bakteri ini tidak lagi terdeteksi. Produk akhir sauerkraut memiliki konsentrasi 1,7% asam laktat dengan pH 3,4-3,6 dimana hanya bakteri toleran terhadap asam yang ada yaitu L. plantarum.
Kerusakan produk sauerkraut dapat diakibatkan suhu fermentasi yang terlalu tinggi (> 30oC) atau terlalu banyak garam yang ditambahkan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan L. mesenteroides, sehingga produk akehir heterofermentatif tidak ada dan flavor akan kasar. Jika suhu fermentasi terlalu rendah (<10oC) atau terlalu sedikit garam yang ditambahkan maka bakteri gram negatif seperti enterobacter, flavobacterium dan pseudomonas dapat tumbuh yang menghasilkan enzim pektinolitik.
B. Pikel
Fermentasi adalah proses pengolahan yang memanfaatkan aktivitas metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa antara, produk akhir, metabolit sekunder maupun biomasssa (Hariyadi et al., 1999). Fermentasi hanya dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba pada substrat organik yang sesuai (Rahayu., et. Al., 1992). Awal proses fermentasi yaitu pembentukan asam laktat dengan bakteri yang muncul pertama Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri awal dan meningkatkan produksi asam dan karbondioksida sehiggga menurunkan pH dan terciptanya kondisi yang anaerobik (Vaughn, 1982). Kemudian, fermentasi akan dilanjutkan oleh bakteri yang tahan terhadap pH rendah yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviceae, lactobacillus plantarum. Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, etanol dan asam asetat ( Vaughn, 1982)
Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam dan diawetkan dengan asam dengan, atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah sebagai bumbu ( Vaughn, 1982 ). Fermentasi merupakan proses yang dialami pada pembuatan pikel dengan bantuan mikroorganisme seperti kapang, khamir dan bakteri. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Banyak faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran yaitu:
- Terciptanya keadaan anaerobik
- Penggunaan secukupnya kadar garam yang dapat menyerap keluar cairan dan zat gizi produk
- Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi
- Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai
Produk fermentasi
|
Jenis mikroorganisme
|
Sauerkraut
|
Leuconostoc mesenteroides , Leuconostoc fallax ,
Lactobacillus plantarum Lactobacillus brevis, Pediococcus pentosaceus
|
Kimchi
|
Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc kimchii, Leuconostoc gelidum, Leuconostoc inhae, Weissella kimchii, Leuconostoc citreum, Lactobacillus
plantarum
Lactobacillus brevis
|
Pickles
|
Leuconostoc
mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, Pediococcus
pentosaceus
|
Zaitun
|
Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis
|
Konsumsi pickle di Amerika Serikat digolongkan menjadi tiga kelompok besar yaitu pickle segar, pickle yang didinginkan, pickle yang difermentasi. Pickle segar biasanya mentimun yang dikemas dalam kemasan gelas, diberi cuka dan flavor lain lalu dipasteurisasi. Pickle segar memiliki masa simpan yang cukup lama bahkan jika disimpan di suhu ruang. Pickle segar memiliki tekstur renya dengan sedikit asam. Pickle refrigerasi hampir sama dengan pickle segar pasteurisasi dihilangkan dan pickle disimpan dalam suhu rendah, menghasilka pickle dengan tekstur renyah, flavor sedikit asam dan warna yang lebih segar. Pickle refrigerasi memiliki masa simpan yang lebih singkat dibanding pickle segar. Sebagai pengawet biasanya ditambahkan natrium benzoat. Pickle fermentasi memiliki tekstur dan flavor yang berbeda dengan pickle segar, serta memiliki masa simpan yang lebih lama yaitu sekitar dua tahun.
Fermentasi pickle mengandung konsentrasi garam dan asam organik yang tinggi dengan pH kurang dari 4,5. Kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan koliform, psedomonas, bacili, clostridia dan bakteri non asam laktat, yang dapat menyebabkan masalah pada flavor dan tekstur. Larutan garam yang digunakan sekitar 5% yang memungkinkan pertumbuhan L. mesenteroides. Pembentukan CO2 tidak diinginkan karena dapat mengakibatkan floaters atau bloaters yaitu mengambangnya bahan pangan di permukaan. Kadar garam yang terlalu rendah dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti Bacillus, Pseudomonas dan Flavobacterium. Pada konsentrasi garam antara 5-8%, pertumbuhan L. mesenteroides terhambat dan fermentasi dilakukan oleh Lactobacillus plantarum dan Pediococcus. Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses fermentasi.
II. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah:
- Mengetahui karakteristik sayur dan buah yang cocok untuk difermentasi
- Mengetahui prosedur fermentasi yang sesuai dengan karakteristik sayur dan buah
- Mengetahui karakteristik sayur dan buah sebelum dan setelah
- Alat yang digunakan: Kompor, timbangan, gelas ukur, talenan, pisau, baskom, jar besar, jar kecil, label, kantong plastik, sendok stainless, tali rapia.
- Bahan yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut: Sawi hijau, garam.
- Bahan yang digunakan untuk pembuatan pickle: Terong ungu, garam dapur, asam cuka.
A. Prosedur Pembuatan Sauerkraut
- Dipilih sawi segar dan bebas daun kuning, lalu disimpan diudara terbuka agar tidak layu.
- Berat sawi ditimbang, bagian selain daun dibuang, lalu iris tipis-tipis, sawi kemudian ditimbang lagi.
- Dimasukan 35 gram garam untuk setiap kg sawi, diaduk rata dan dibiarkan 3-5 menit.
- Hasil dimasukan kedalam toples, pengisian hingga padat.
- Permukaan ditutupi dengan lembaran plastik diatasnya, lalu diletakan pemberat diatasnya (larutan garam) untuk mengurangi udara dalam irisan kubis.
- Stoples disimpan dalam ruangan gelap. Umumnya fermentasi mencapai 2-3 minggu bila disimpan pada suhu 21-27℃. Fermentasi selesai apabila sauerkraut berwarna putih kekuningan merata dan bebas dari bintik.
- Setelah fermentasi berjalan, hasil diperiksa setiap dua hari apakah ada selaput/ busa di permukaan, bila ada diseroki lalu dibuang.
- Setelah fermentasi selesai, sauerkraut dapat langsung dimakan atau dipasteurisasi dengan cara:
- Sawi ditiriskan
- Cairan dituangkan ke dalam panci lalu dididihkan, setelah cairan mendidih sauerkraut dimasukan ke dalamnya dan pemasakan diteruskan sampai mendidih.
- Stoples diambil lalu sterilisasi dengan cara panci besar disiapkan dalu diisi air dan stoples, bagian dasar panci disimpan lap tangan bersih.
- Stoples yang telah disterilisasi diisi dengan sauerkraut yang sudah dipasretisasi, lakukan exhausting dengan cara pemanasan dalam panci berisi air mendidih.
- Setelah fermentasi selesai, sifat organoleptik diamati (warna, tekstur, keasaman, citarasa) dan pH.
B. Prosedur pembuatan pickle
- Bahan disortasi, lalu dicuci hingga bersih lalu ditiriskan.
- Air dimasak sebanyak 2 liter, lalu bahan pangan diblansing selama 3 menit.
- Bahan diangkat lalu disiram dengan air dingin.
- Dibuat larutan perendam yang terdiri dari 1 liter air matang + 50 gram garam dapur + 50 ml cuka.
- Bahan yang telah diblansing direndam dalam larutan perendam lalu disimpan ditempat yang galap selama seminggu.
- Lapisan putih yang ada pada permukaan bahan diserok dan dibuang.
- Setelah fermentasi selesai sifat organoleptik diamati (warna, tekstur, keasaman, cita rasa), dan pH.
V. HASIL PENGAMATAN
A. Sauerkraut
Hari ke -
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
PH
|
2
|
Hijau, putih
|
Asam, sawi
|
Lunak berair dan bergelembung
|
-
|
4
|
Hijau, putih
|
Asam sawi
|
Lunak berair dan bergelembung
|
-
|
6
|
Hijau, putih
|
Bau tak sedap
|
Lunak berair dan bergelembung
|
-
|
8
|
Hijau tua
|
Bau tak sedap
|
Berair, Lunak dan lembek
|
-
|
10
|
Hijau tua
|
Bau tak sedap
|
Berair, Lunak dan lembek
|
-
|
12
|
Hijau tua
|
Bau tak sedap
|
Berair, Lunak dan lembek
|
-
|
14
|
Hijau tua
|
Bau tak sedap
|
Berair, lunak dan lembek
|
7
|
B.Pikel
Hari ke -
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
PH
|
1
|
Coklat muda, air jernih
|
Aroma khas dan asam
|
Lunak dan renyah
|
-
|
7
|
Coklat muda pucat, air jernih
|
Asam cuka
|
Lunak dan renyah
|
4
|
14
|
Coklat muda pucat, air jernih
|
Asam cuka
|
Lunak dan renmyah
|
3,6
|
VI. PEMBAHASAN
A. Sauerkraut
Sauerkraut dalam kemasan adalah suatu produk makanan hasil fermentasi irisan atau cincangan kubis (Brassica oleracea) segar yang diawetkan didalam kemasan larutan garam atau cairan fermentasi juice Kraut dengan atau tanpa pemanasan (SNI 01-2600-1992). Bahan dasar pembuatan sauerkraut pada praktikum kali ini adalah sawi hijau. Proses pembuatan diawali dengan sortasi sawi, sawi yang dipilih adalah sawi segar dan bebas daun kuning. Setelah itu dilakukan penimbangan kemudian diberi perlakuan seperti “minimally processing”.
Dimasukan 35g garam untuk setiap kg sawi, diaduk rata dan dibiarkan 3-5 menit. Garam menarik air dan zat gizi dari jaringan kubis yang kemudian melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat di permukaan kubis. Garam dan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Jika konsentrasi garam yang digunakan untuk proses fermentasi terlalu rendah, maka terjadi proses pelunakan jaringan buah dan sayur akibat dari aktivitas enzim pektinolitik. Enzim ini berfungsi untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan pada sel tananaman. Sebaliknya apabila jumlah garam yang terlalu banyak justru akan menunda fermentasi alamiah, menyebabkan warna menjadi gelap, dan memungkinkan pula pertumbuhan khamir (Buckle, 1987). Proses penggarama dimulai dengan penambahan garam konsentrasi rendah kemudian ditambah secara bertahap sampai pertumbuhan bakteri terhenti. Konsentrasi garam yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut adalah 5-8%.
Sawi yang sudah digarami kemudian dimasukan kedalam toples hingga padat. Permukaan ditutupi dengan lembaran plastik, lalu diletakan pemberat diatasnya yang berisi larutan garam dengan kosentrasi sama. Fungsinya untuk mengurangi udara dalam irisan sawi. Toples disimpan dalam ruangan gelap. Umumnya fermentasi mencapai 2-3 minggu bila disimpan pada suhu 21-27℃. Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides yang kemudian dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam diantaranya Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cereviceae. Leuconostoc mesenteroides merupakan mikroorganisme tahan garam dan memiliki fase lag yang pendek, dengan suhu optimum pertumbuhan pada 15-180C. Gula diuraikan menjadi asam laktat dan asam asetat melalui jalur heterofermentatif. Lingkungan asam akibat terbentuknya asam laktat (0,6-0,9%) oleh L. mesenteroides tidak hanya menghambat mikroorganisme non-asam laktat tapi memberikan kondisi yang menguntungkan untuk bakteri asam laktat. Penghambatan pertumbuhan L. mesenteroides bisa dilakukan ketika konsentrasi asam laktat mencapai 1% .
Fermentasi selesai apabila sauerkraut berwarna putih kekuningan merata dan bebas dari bintik. Hasil akhir sauerkraut memiliki konsentrasi 1,7% asam laktat dengan pH 3,4 - 3,6 dan hanya bakteri toleran terhadap asam yang ada yaitu L. plantarum.
Namun karena pH akhir dari sauerkraut sawi >4, maka pembuatan sauerkraut sawi gagal dan tidak bisa dikonsumsi. Produk akhir sauerkraut sawi memiliki aroma yang sangat busuk menyengat dan tidak layak konsumsi. Faktor penyebab kerusakan sauerkraut karena sebagian besar disebabkan oleh kontaminasi mikrobia. Faktor tersebut terjadi karena kondisi proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi dan konsenrtasi garam. Jika suhu > 30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL heterofermentatif menjadi terhambat pertumbuhannya sehingga terbentuk flavor dan aroma yang tidak diinginkan. Jika suhu < 10 C dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna larutan garam yang dihasilkan tidak baik. Terdapatnya gas (peledakan kecil) saat membuka toples disebabkan oleh kandungan CO2 yang dihasilkan dari proses fermentasi terlalu tinggi dan menciptakan aroma pada produk yang tidak diinginkan (bau busuk).
B. Pikel
Pikel adalah sayuran yang diperam dalam larutan garam. Pikel biasanya dibuat dari bahan dasar mentimun, terong, semangka serta sayuran lainnya. Faktor yang mengontrol berhasil tidaknya proses pembuatan pikel adalah kadar garam, dan suhu larutan garam atau brine. Kadar larutan garam yang paling umum dipakai dalam pemeraman pikel adlah 5-8%.
Praktikum pembuatan pikel kali ini dipilih sayuran dari jenis terong. Terong yang dipakai adalah terong yang pada saat dipanen belum matang karena terong yang sudah matang memiliki ukuran yang terlalu besar, warna dan bentuk mudah berubah, biji matang sudah penuh serta terlalu lunak sehingga berakibat pada hasil akhir pikel yang kurang baik.
Proses pembuatan pikel diawali dengan mensortasi bahan yaitu terong, kemudian bahan dicuci hingga bersih agar terhindar dari kontaminasi mikroorganisme merugikan. Terong kemudian di blansing selama 3 menit dan dilanjutkan dengan penyiraman terong yang sudah diblansing dengan air dingin.
Tujuan dari blansing adalah untuk menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan, membunuh sebagian jasad renik yang terdapat pada bahan pangan, mematikan jaringan-jaringan bahan, menghilangkan kotoran yang melekat pada sayuran, menghilangkan zat-zat penyebab lendir pada sayuran, mengeluarkan gas-gas termasuk O2 dalam jaringan buah atau sayuran, mempertahankan mutu sensorik dan nutrisi dari buah dan sayur.
Kemudian bahan direndam dalam larutan perendam yang terdiri dari 1 liter air matang + 50g garam dapur + 50ml cuka lalu disimpan ditempat galap selama satu minggu. Fungsi penambahan garam adalah untuk menekan pertumbuhan bakteri pembusuk yang mungkin ada pada terong. Perbedaan pembuatan pickle dan sauerkraut adalah pada konsentrasi garam yang digunakan dimana pada pembuatan pickle, konsentrasi garam yang ditambahkan lebih banyak menyebabkan jenis mikroorganisme yang tumbuh lebih sedikit. Fermentasi pickle menggunakan larutan garam seringkali proses fermentasi terkontrol dengan menggunakan kultur starter.
Bakteri berbentuk batang, gram negatif yang tidak diinginkan biasanya tumbuh lebih dahulu (pseudomonas), tetapi mikroorganisme ini segera dikalahkan oleh Leuconostoc mesenteroides, Streptococcus faecalis dan Pediococcus cerevisiae. Selanjutnya jenis Lactobacillus plantarum yang lebih tahan terhadap asam dan garam akan tumbuh dan berperan menyelesaikan proses fermentasi (jumlah total asam tertitrasi adalah 0,60-0,80%). Khamir kadang-kadang tumbuh baik pada permukaan atau di dalam larutan yang mengakibatkan pembusukan dengan merusak asam laktat yang dihasilkan bakteri. Variasi dari bagian produksi dasar ini termasuk penambahan bumbu-bumbu dan campuran rempah-rempah ke dalam larutan garam untuk memberi pikel yang renyah.
Pembuatan pikel ini digunakan penggaraman awal, kemudian diikuti oleh fermentasi asam laktat yang dimulai oleh Leuconostoc mesenteroides dan diselesaikan oleh bakteri asam laktat lainnya seperti Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum (Sumanti).
Lapisan putih yang ada pada permukaan bahan diserok dan dibuang. Setelah fermentasi selesai sifat organoleptik diamati (warna, tekstur, keasaman, cita rasa), dan pH. Hasil akhir menunjukan bahwa pikel dapat dikonsumsi karena salahsatu syarat pikel yang baik adalah pikel yang memiliki pH akhir 4 atau kurang dari 4,5.
VII. SIMPULAN
Sauerkraut dan pickle adalah fermentasi sayuran dengan menggunakan garam dan dengan bantuan mikroorganisme yang menguntungkan atau dapat juga disebut fermentasi asam laktat, mengubah glukosa menjadi asam laktat. Perbedaan sauerkraut dan pickle ada pada konsentrasi garam yang ditambahkan, konsentrasi garam yang ditambahkan ke dalam pickle lebih banyak daripada sauerkraut.
Organoleptik hasil akhir sauerkraut pada praktikum ini sedikit menyimpang dari seharusnya, karena sauerkraut berwarna hijau, bertekstur lembek dan berair, aroma tak sedap, dengan PH 7. Hal ini dapat disebabkan karena kontak dengan udara yang terlalu lama saat fermentasi mulai berlangsung. Organoleptik pickle adalah pickle berwarna sama seperti sebelum difermentasi dengan air yang jernih, tekstur lunak renyah, aroma asam cuka dan PH 4.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A.,RA Edwards, GH Fleet, M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Chaidir, A., 2006. Tesis : Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor.
Desrosier, NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah : M. Muljodihardjo. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Diennazola, R., 2008. Skripsi :Pengaruh Sekat dalam Kemasan Terhadap Umur Simpan dan
Mutu Buah Pisang Raja Bulu. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Hutkins, RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Food. Blackwell Publishing, Iowa.
Potter, N.N. 1986. Food Science Fourth Edition. Chapman & Hall, New York.
Vaughn. 1982 . Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives and Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth edition. AVI Publishing Co.Texas
Yenrina R., N. Hamzah, dan R. Zilvia, 2009. Mutu Selai Lembaran Campuran Nenas(Ananas
comusus) dengan Jonjot Labu Kuning(Cucurbita moschata).Jurnal Pendidikan dan Keluarga, Padang.